
Larung Sesaji adalah salah satu tradisi budaya yang masih dijaga di
berbagai daerah di Indonesia, termasuk Kediri, Jawa Timur. Tradisi ini merupakan upacara melarung atau menghanyutkan sesaji ke sungai atau laut sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa serta permohonan keselamatan dan berkah untuk kehidupan masyarakat.
Di Kediri, pelaksanaan larung sesaji biasanya dilakukan di Sungai Brantas, yang dianggap sebagai sungai suci dan memiliki nilai sejarah yang tinggi. Sungai ini bukan hanya sekadar sumber kehidupan secara fisik, tetapi juga memiliki makna spiritual dan budaya bagi masyarakat Kediri sejak zaman kerajaan kuno.
Makna dan Filosofi Larung Sesaji
Ungkapan Syukur dan Doa Keselamatan
Esensi dari tradisi larung sesaji adalah menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan atas limpahan rezeki, hasil panen, atau keselamatan desa. Umumnya, tradisi ini dilakukan oleh warga yang tinggal di sekitar aliran sungai dan dikoordinasikan oleh tokoh adat, kepala desa, atau pemimpin agama setempat.
Sesaji yang dilarung terdiri dari berbagai makanan, bunga, kemenyan, hasil bumi, dan kadang-kadang juga kepala kerbau atau kambing sebagai simbol pengorbanan dan persembahan kepada alam. Semua itu diangkut dengan menggunakan jolen (wadah sesaji dari anyaman bambu) kemudian dihanyutkan ke sungai dengan diiringi doa dan upacara adat.
Harmoni antara Manusia dan Alam
Larung sesaji di Kediri juga menunjukkan nilai keseimbangan antara manusia dan alam. Masyarakat percaya bahwa sungai dan alam semesta memiliki roh atau kekuatan spiritual yang perlu dihormati. Jika manusia menjaga hubungan baik dengan alam, maka alam pun akan memberikan berkah.
Dengan demikian, larung sesaji bukan hanya sebuah ritual simbolik, tetapi juga berfungsi sebagai pengingat agar manusia hidup selaras dengan alam, tidak merusak lingkungan, serta melestarikan tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang.
Pelaksanaan Tradisi Larung Sesaji di Kediri
Rangkaian Acara dan Ritual
Tradisi larung sesaji biasanya dilaksanakan untuk memperingati hari-hari besar tertentu, seperti bulan Suro (Muharram), bersih desa, atau menjelang musim tanam. Acara dimulai dengan kirab budaya, di mana warga mengenakan pakaian tradisional dan membawa sesaji dengan diarak menuju lokasi pelarungan di tepi Sungai Brantas.
Acara ini juga dilengkapi dengan doa bersama, pertunjukan seni tradisional seperti jaranan, wayang kulit, dan gamelan. Suasana menjadi sakral tetapi tetap meriah karena masyarakat dari berbagai usia ikut berpartisipasi.
Wisata Budaya dan Pelestarian Tradisi
Larung sesaji kini bukan hanya sekadar ritual lokal, tetapi juga menjadi atraksi wisata budaya yang diperkenalkan oleh pemerintah daerah Kediri. Wisatawan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, sering datang untuk menyaksikan keunikan ritual ini. Dengan dikemas secara menarik, tradisi ini mampu menarik perhatian generasi muda untuk memahami dan mencintai budaya nenek moyangnya.
Pemerintah setempat dan komunitas budaya terus berupaya melestarikan tradisi ini dengan cara mengintegrasikannya dalam festival budaya tahunan, serta melakukan edukasi kepada masyarakat tentang nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.