
Manusuk Sima adalah salah satu tradisi tua yang berasal dari era
kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Jawa, termasuk yang pernah berlangsung di daerah Kediri, Jawa Timur. Tradisi ini merupakan upacara untuk menetapkan sebidang tanah menjadi tanah sima, yaitu tanah perdikan atau tanah suci yang dibebaskan dari pajak kerajaan untuk kepentingan keagamaan atau sosial, seperti mendirikan tempat ibadah, pendidikan, atau fasilitas umum.
Dalam sejarah Kediri, Manusuk Sima memiliki arti penting sebagai bukti adanya struktur pemerintahan dan pengelolaan tanah pada zaman Kerajaan Kediri yang berdiri sekitar abad ke-11. Tradisi ini dikenal melalui berbagai prasasti, salah satunya Prasasti Ngantang dan Prasasti Hantang, yang menyebutkan prosesi manusuk sima sebagai bagian dari hukum kerajaan.
Makna dan Tujuan Tradisi Manusuk Sima
Penetapan Status Tanah oleh Raja
Tradisi Manusuk Sima secara harfiah berarti “menusuk tanah”. Dalam praktiknya, seorang raja atau pejabat kerajaan akan menusukkan tombak ke tanah sebagai simbol penetapan status tanah tersebut menjadi sima atau perdikan. Tanah ini kemudian dikecualikan dari pajak, karena digunakan untuk kepentingan umum atau agama. Upacara ini dianggap sakral karena disaksikan oleh pejabat tinggi kerajaan, tokoh agama, dan masyarakat setempat. Selain menjadi keputusan administratif, manusuk sima juga merupakan tindakan spiritual dan simbolik, yang menyatakan bahwa tanah tersebut kini memiliki nilai suci dan harus dijaga serta dihormati.
Simbol Keadilan dan Keberpihakan pada Rakyat
Salah satu makna penting dari tradisi manusuk sima adalah wujud kepedulian raja kepada rakyatnya. Dengan membebaskan tanah dari pajak, raja menunjukkan kemurahan hati dan keadilan dalam mendukung kegiatan sosial atau keagamaan. Ini juga menjadi strategi politik untuk memperkuat dukungan rakyat dan menjaga stabilitas kerajaan. Dalam prasasti-prasasti peninggalan zaman Kediri, banyak disebutkan bahwa manusuk sima dilaksanakan untuk menghargai jasa-jasa tokoh lokal, seperti pemimpin desa atau tokoh agama yang telah berkontribusi kepada kerajaan.
Pelestarian Tradisi Manusuk Sima di Era Modern
Rekonstruksi Budaya di Kediri
Meskipun tradisi manusuk sima sudah tidak diterapkan secara administratif seperti pada zaman kerajaan, namun di Kediri, tradisi ini tetap dilestarikan dalam bentuk rekonstruksi budaya. Pemerintah daerah dan komunitas sejarah sering menyelenggarakan pertunjukan atau festival yang menampilkan prosesi manusuk sima untuk mengedukasi masyarakat mengenai sejarah dan budaya lokal. Acara ini biasanya ditampilkan dalam festival budaya, pameran sejarah, atau peringatan hari jadi kota, di mana aktor memerankan tokoh raja, pejabat, dan rakyat dalam suasana kerajaan klasik.
Media Pembelajaran dan Pariwisata Sejarah
Tradisi manusuk sima juga berfungsi sebagai media edukasi sejarah yang menarik, terutama bagi pelajar dan wisatawan. Dengan menyaksikan prosesi ini, generasi muda bisa memahami bagaimana nenek moyang mereka mengelola tanah dan menjalankan pemerintahan yang bijaksana dan terstruktur. Beberapa situs peninggalan sejarah seperti Candi Penataran, Candi Tegowangi, dan museum-museum di Kediri juga menampilkan dokumentasi prasasti dan artefak yang terkait dengan tradisi manusuk sima, menjadikannya bagian dari pariwisata sejarah yang bernilai tinggi.