
Upacara Erau adalah salah satu tradisi budaya yang tertua dan paling
megah di Indonesia yang berasal dari Kerajaan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Upacara ini menjadi simbol yang kuat akan hubungan antara masyarakat Kutai dengan adat, sejarah, dan leluhur mereka. Istilah “Erau” sendiri berasal dari bahasa Kutai yang berarti “keramaian” atau “pesta”. Namun, lebih dari sekadar pesta rakyat, Erau merupakan manifestasi pelestarian adat dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya yang telah ada selama ratusan tahun.
Asal-Usul dan Sejarah Upacara Erau
Upacara Erau telah berlangsung sejak masa Kerajaan Kutai Kartanegara ing Martadipura pada abad ke-13. Pada mulanya, Erau diselenggarakan sebagai bagian dari proses penobatan raja, pelantikan pejabat tinggi kerajaan, atau untuk mencegah bencana dan meminta kesejahteraan bagi rakyat. Tradisi ini merupakan bentuk sakral yang menyatukan kekuatan spiritual dengan tatanan sosial kerajaan.
Upacara ini pernah mengalami pasang surut, terutama setelah berakhirnya kekuasaan monarki. Namun, sejak tahun 1970-an, Upacara Erau dihidupkan kembali dalam bentuk festival budaya sebagai upaya untuk melestarikan warisan leluhur. Saat ini, Erau menjadi agenda budaya tahunan di Tenggarong, ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara, dan menjadi daya tarik wisata budaya yang berskala nasional bahkan internasional.
Rangkaian Prosesi Upacara Erau
Mendianget dan Beluluh
Upacara Erau dimulai dengan ritual Mendianget, yaitu pemanggilan roh leluhur agar memberkahi jalannya upacara. Ritual ini dilaksanakan di Kedaton Kutai, dipimpin oleh pemuka adat dan keturunan Sultan Kutai. Selanjutnya, dilakukan Beluluh, yaitu prosesi penyucian tubuh Sultan dan keluarganya sebagai simbol pembersihan diri sebelum menjalani rangkaian upacara.
Mengulur Naga dan Mengulur Biduk
Salah satu prosesi yang paling ditunggu adalah Mengulur Naga dan Mengulur Biduk, yaitu ritual melepaskan naga-nagaan dan perahu ke Sungai Mahakam. Ini melambangkan pengembalian segala bentuk kesialan dan gangguan roh jahat ke tempat asalnya. Prosesi ini kaya akan simbolisasi harmonisasi antara manusia dan alam semesta.
Belimbur: Puncak Kemeriahan
Puncak dari Upacara Erau adalah Belimbur, yaitu tradisi saling siram air yang dilakukan oleh warga dan pengunjung. Tradisi ini melambangkan penyucian dan pembaruan semangat. Menariknya, siapa pun boleh berpartisipasi dalam tradisi ini, termasuk wisatawan yang datang dari luar daerah. Suasana yang penuh keceriaan ini menciptakan interaksi budaya yang meriah dan hangat.
Makna Budaya dan Pelestarian Tradisi
Upacara Erau tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Kutai, tetapi juga merupakan warisan budaya bagi bangsa Indonesia. Setiap prosesi memiliki makna mendalam yang mengajarkan betapa pentingnya spiritualitas, kebersamaan, dan keselarasan hidup. Tradisi ini juga memperkuat identitas lokal dan berfungsi sebagai sarana untuk mendidik generasi muda agar tidak melupakan akar budayanya.
Di tengah arus globalisasi, pelestarian Upacara Erau menjadi tantangan tersendiri. Namun, dengan dukungan pemerintah daerah, komunitas adat, dan partisipasi masyarakat, tradisi ini tetap hidup dan berkembang. Festival Erau kini juga menjadi ajang promosi pariwisata dan budaya yang efektif, mengangkat Kutai Kartanegara ke panggung nasional dan internasional.