
xr:d:DAFjnsRstMI:44,j:5262973879,t:23052306
Labuhan Parangkusumo adalah salah satu tradisi yang sangat kaya
dengan suasana spiritual dan budaya Jawa, yang diselenggarakan setiap tahun di Pantai Parangkusumo, Yogyakarta. Tradisi ini melambangkan hubungan yang erat antara masyarakat dan Nyi Roro Kidul, Ratu Laut Selatan dalam mitologi Jawa. Labuhan merupakan bentuk persembahan kepada leluhur dan makhluk gaib untuk memohon keselamatan, berkah, dan perlindungan.
Labuhan sendiri berasal dari kata “labuh” yang memiliki arti melempar atau memberikan persembahan. Dalam konteks ini, masyarakat memberikan sesaji kepada Ratu Laut Selatan sebagai bentuk penghormatan dan permohonan demi keselamatan. Umumnya, persembahan berupa hasil bumi, bunga, dan makanan tradisional diletakkan di laut sebagai simbol rasa syukur dan harapan.
Proses Pelaksanaan Tradisi Labuhan
Rangkaian Acara dan Persembahan
Labuhan Parangkusumo dimulai dengan upacara prosesi sesaji yang dilakukan oleh para pemangku adat. Sesaji yang terdiri dari beras kunir, jajanan pasar, bunga, dan sesajian khas lainnya dibawa menuju laut. Para abdi dalem keraton yang mewakili Sultan Yogyakarta memimpin acara ini, karena menurut kepercayaan, tradisi ini juga merupakan bentuk penghormatan dari Keraton Yogyakarta kepada Ratu Laut Selatan.
Upacara ini dibuka dengan doa-doa yang dipanjatkan kepada Tuhan dan Ratu Laut Selatan, meminta keselamatan untuk masyarakat serta keraton. Setelah itu, persembahan yang telah disiapkan dibawa ke pinggir laut untuk kemudian dilarung ke dalam laut. Sesaji tersebut diyakini akan diterima oleh Nyi Roro Kidul sebagai tanda terima kasih dan permohonan keselamatan.
Kegiatan Budaya dan Pertunjukan Tradisional
Selain prosesi labuhan, acara ini juga dihidupkan dengan pertunjukan seni budaya, seperti wayang kulit, gamelan, dan tari-tarian tradisional yang menceritakan kisah-kisah mitologi terkait Ratu Laut Selatan. Tari-tarian seperti Tari Topeng dan Tari Bedhaya sering ditampilkan untuk menyambut para tamu yang hadir serta menghormati kekuatan gaib yang diyakini berperan dalam acara tersebut.
Masyarakat setempat dan wisatawan juga ikut berpartisipasi dalam
acara ini. Mereka yang datang biasanya mengenakan pakaian adat tradisional dan mengikuti prosesi dengan penuh rasa khidmat. Meski secara keseluruhan acara ini beraroma mistis, tetapi nilai sosial dan kebersamaannya tetap terasa kuat selama acara berlangsung.
Makna dan Nilai Budaya dalam Labuhan Parangkusumo
Penghormatan kepada Alam dan Leluhur
Labuhan Parangkusumo bukan sekadar upacara adat, melainkan juga memiliki makna spiritual yang dalam. Melalui tradisi ini, masyarakat Yogyakarta mengingatkan diri akan pentingnya menjaga hubungan dengan alam dan leluhur. Persembahan yang dibawa ke laut bukan hanya simbol rasa syukur atas hasil bumi yang melimpah, tetapi juga sebagai cara untuk meminta perlindungan dan keberkahan dari kekuatan yang lebih besar.
Sarana Sosial dan Budaya
Di samping sebagai ritual spiritual, Labuhan Parangkusumo juga berfungsi sebagai ajang untuk mempererat tali silaturahmi antarwarga. Dalam acara ini, masyarakat tidak hanya berpartisipasi dalam kegiatan adat, tetapi juga bersama menikmati pertunjukan seni budaya yang disajikan. Ini menjadi kesempatan bagi generasi muda untuk belajar tentang kearifan lokal dan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Pelestarian Tradisi dan Wisata Budaya
Sebagai suatu tradisi yang telah ada sejak masa Kerajaan Mataram Islam, Labuhan Parangkusumo juga menjadi atraksi wisata budaya yang menarik perhatian banyak wisatawan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Banyak di antara mereka yang datang bukan hanya untuk menikmati pesona Pantai Parangkusumo, tetapi juga untuk melihat langsung ritual yang penuh makna ini. Pemerintah dan warga setempat pun terus berupaya untuk mempertahankan kelangsungan tradisi ini sebagai bagian dari warisan budaya yang sangat berharga.