
Ngugu Tahun adalah sebuah tradisi adat yang berasal dari komunitas
Rejang di Bengkulu, Sumatra. Tradisi ini merupakan bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa serta roh leluhur atas hasil panen yang telah diperoleh selama satu tahun. Ngugu Tahun juga menjadi momen untuk memperkuat ikatan silaturahmi antarwarga dan menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas.
Tradisi ini tidak hanya memiliki nilai religius, namun juga sarat dengan
makna budaya dan sosial yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang suku Rejang.
Asal Usul dan Makna Tradisi Ngugu Tahun
Simbol Rasa Syukur dan Pelestarian Alam
Kata “Ngugu” dalam bahasa Rejang berarti “menyimpan” atau “menabung. ” Dalam konteks Ngugu Tahun, maknanya lebih luas: yakni menyimpan sebagian hasil panen sebagai wujud ungkapan rasa syukur serta penghormatan kepada leluhur dan alam semesta. Tradisi ini juga menjadi sarana bagi masyarakat Rejang untuk mempertahankan keselarasan antara manusia dengan alam.
Tradisi ini biasanya dilaksanakan setelah musim panen raya, antara bulan Juni hingga Agustus. Ngugu Tahun juga berfungsi sebagai sarana untuk mengajarkan nilai-nilai kebersamaan, kesederhanaan, dan gotong royong kepada generasi muda.
Hubungan Erat dengan Kehidupan Pertanian
Sebagai masyarakat agraris, suku Rejang sangat menghargai siklus alam. Mereka berkeyakinan bahwa hasil panen yang melimpah tidak hanya berasal dari kerja keras, tetapi juga karena restu Tuhan dan para leluhur. Oleh sebab itu, Ngugu Tahun menjadi momen penting untuk memberikan penghormatan spiritual sekaligus mempertahankan keberlanjutan lingkungan hidup.
Rangkaian Kegiatan dalam Ngugu Tahun
1. Persiapan dan Gotong Royong
Sebelum acara utama, seluruh warga desa akan bergotong royong menyiapkan tempat upacara dan segala perlengkapan yang diperlukan. Makanan tradisional seperti lemang, nasi ketan, dan lauk pauk khas Rejang juga disiapkan secara bersama. Ini menjadi ajang kebersamaan yang mempererat hubungan sosial antarwarga desa.
2. Ritual dan Persembahan
Puncak acara Ngugu Tahun ditandai dengan ritual adat yang dipimpin oleh tetua adat atau pemangku adat. Dalam upacara ini, warga membawa hasil panen terbaik seperti padi, jagung, ubi, dan buah-buahan untuk dijadikan persembahan. Hasil bumi ini kemudian diletakkan di tempat yang telah disucikan, biasanya di balai adat atau tempat pemujaan.
Doa dan mantra tradisional dibacakan untuk memohon keselamatan, kelimpahan hasil panen di tahun berikutnya, serta terhindar dari bencana alam atau penyakit. Selain itu, warga juga memohon agar anak cucu mereka senantiasa menghargai alam dan tradisi nenek moyang.
3. Hiburan Rakyat dan Kesenian Tradisional
Setelah ritual selesai, acara dilanjutkan dengan pertunjukan seni tradisional seperti tari Rejang, musik dol, dan nyanyian rakyat. Momen ini menjadi sarana hiburan serta pelestarian budaya lokal. Anak-anak dan remaja juga dilibatkan agar mereka memahami dan mencintai budaya nenek moyang mereka.
Makna Sosial dan Pelestarian Tradisi
Tradisi Ngugu Tahun tidak hanya sarat dengan nilai spiritual, tetapi juga memiliki makna sosial yang mendalam. Acara ini mengajarkan pentingnya rasa syukur, kebersamaan, dan sikap hormat terhadap lingkungan serta leluhur. Dalam konteks modern, Ngugu Tahun juga menjadi identitas budaya yang memperkuat jati diri masyarakat Rejang.
Saat ini, meskipun perkembangan zaman terus berjalan, masyarakat Rejang tetap berupaya melestarikan Ngugu Tahun. Beberapa daerah bahkan memasukkannya dalam kalender budaya daerah untuk menarik wisatawan dan memperkenalkan kekayaan tradisi lokal kepada masyarakat luas.