
Larung Ari-ari merupakan salah satu tradisi khas dan bermakna dalam
budaya masyarakat Jawa, terutama yang masih memelihara nilai-nilai adat leluhur. Tradisi ini sangat berkaitan dengan prosesi kelahiran bayi, di mana ari-ari (plasenta) yang keluar bersamaan dengan bayi dianggap terhubung secara spiritual dengan sang anak. Melalui Larung Ari-ari, masyarakat Jawa memberi penghormatan terhadap kehidupan baru dan mengiringinya dengan doa serta harapan positif.
Makna dan Filosofi Larung Ari-ari
Ari-ari sebagai “Saudara Kembar” Spiritual
Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, ari-ari bukan sekadar organ sisa setelah melahirkan, melainkan dilihat sebagai “sedulur papat lima pancer” atau saudara empat arah dan satu pusat. Empat sedulur ini dianggap turut menjaga dan menemani manusia mulai dari dalam kandungan hingga akhir hayat. Ari-ari, air ketuban, darah, dan tali pusar menjadi bagian dari empat elemen yang terintegrasi dengan tubuh bayi.
Ari-ari sendiri diyakini sebagai “saudara spiritual” dari bayi yang baru lahir. Oleh karena itu, perlakuannya harus dilakukan dengan penuh rasa hormat. Larung ari-ari dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan dan doa agar bayi tumbuh dengan sehat, selamat, dan mendapatkan perlindungan dari yang Maha Kuasa.
Simbol Pelepasan dan Harapan
“Larung” dalam bahasa Jawa mencerminkan tindakan melarungkan atau menghanyutkan sesuatu ke dalam air, baik sungai, laut, atau sumur tertentu. Proses ini merupakan lambang pelepasan dan penyerahan kepada alam serta Sang Pencipta. Harapannya, semua kotoran dan hal-hal negatif yang mengikutinya saat kelahiran bayi dapat hanyut, dan sang bayi memulai kehidupannya dalam keadaan bersih, selamat, serta penuh berkah.
Proses dan Tata Cara Larung Ari-ari
Tahapan dan Persiapan Ritual
Tradisi Larung Ari-ari umumnya dilakukan oleh orang tua atau sesepuh keluarga, melalui rangkaian ritual adat yang sederhana namun sakral. Berikut adalah tahapan umum yang diikuti:
Pembersihan ari-ari setelah kelahiran, biasanya dilakukan oleh bidan atau dukun bayi.
Pembungkusan ari-ari menggunakan kain mori putih, kadang juga ditambah bunga setaman, kembang telon, dan garam sebagai simbol kesucian dan perlindungan.
Ari-ari diletakkan dalam tempurung kelapa yang sudah dibersihkan, kemudian ditutup rapat dan diikat dengan kuat.
Prosesi larung dilakukan ke sungai atau laut, biasanya diiringi doa dan harapan agar bayi kelak tumbuh dengan baik, terhindar dari bahaya, dan mendapatkan jalan hidup yang jelas.
Ada juga masyarakat yang memilih menanam ari-ari di halaman rumah, bukannya melarungkannya, tergantung pada adat yang berlaku. Mereka meyakini bahwa dengan menanam ari-ari di tempat yang bersih dan suci, “saudara spiritual” akan tetap dekat dan menjaga bayi.
Nilai-nilai Religius dan Spiritual
Meskipun bersifat tradisional, Larung Ari-ari tetap mengandung nilai-nilai religi dan spiritual. Banyak keluarga yang menyisipkan doa-doa Islami atau ajaran agama masing-masing dalam prosesi ini. Tujuannya tetap sama: meminta perlindungan dan keselamatan bagi anak yang baru lahir.
Dalam hal ini, Larung Ari-ari berfungsi sebagai simbol keharmonisan antara budaya dan agama, yang saling melengkapi dan memperkuat nilai-nilai kehidupan masyarakat Jawa. Tradisi ini juga mencerminkan bagaimana masyarakat menghargai kehidupan, sejak bayi lahir hingga tumbuh dewasa.
Larung Ari-ari di Era Modern
Bertahan di Tengah Arus Modernisasi
Meskipun zaman telah berubah dan ilmu kedokteran semakin berkembang, tradisi Larung Ari-ari tetap dijaga oleh banyak keluarga Jawa. Bagi mereka, tradisi ini adalah warisan budaya yang mengandung nilai luhur dan tidak tergantikan oleh teknologi.
Di kota, beberapa individu mungkin tidak lagi melarungkan ari-ari ke sungai karena masalah lingkungan atau keterbatasan lokasi. Namun, mereka tetap melaksanakan simbolisasinya dengan cara lain, seperti menanam ari-ari di halaman rumah dengan doa-doa khusus.
Edukasi dan Pelestarian Tradisi
Saat ini, generasi muda juga mulai menyadari pentingnya pelestarian budaya. Banyak komunitas budaya Jawa dan lembaga pendidikan lokal yang mengajarkan tentang makna dan tata cara Larung Ari-ari, agar tidak punah ditelan zaman.
Media sosial dan dokumentasi digital juga menjadi metode baru dalam memperkenalkan tradisi ini kepada masyarakat luas. Larung Ari-ari bukan sekadar sebuah ritual, tetapi juga merupakan bentuk penghargaan terhadap kehidupan, spiritualitas, dan hubungan manusia dengan alam.