
Bubur Lambuk merupakan sejenis bubur khas yang muncul hanya
pada bulan Ramadan dan menjadi simbol kebersamaan masyarakat Melayu, terutama di Malaysia. Tradisi ini telah ada sejak lama dan sangat terkait dengan masjid-masjid di seluruh negara, khususnya Masjid Jamek Kampung Baru di Kuala Lumpur yang populer sebagai pelopor dalam penyediaan bubur lambuk secara besar-besaran selama puluhan tahun yang lalu.
Bubur Lambuk tak hanya menjadi hidangan untuk berbuka puasa,
tetapi juga mencerminkan semangat gotong-royong dan kasih sayang di antara umat Islam dalam bulan yang penuh barakah ini. Keunikan tradisi ini terletak pada cara penyediaannya yang dilakukan secara berjemaah, dan pengagihannya secara gratis kepada masyarakat tanpa memandang latar belakang.
Keunikan Bubur Lambuk dan Cara Penyediaannya
Bahan-Bahan dan Rasa yang Khas
Bubur Lambuk mengandung rasa yang unik karena menggabungkan berbagai ramuan seperti beras, daging lembu, santan, bawang goreng, rempah ratus, daun ketumbar, daun sup, dan kadangkala juga lobak merah serta kentang. Setiap suapan memberikan rasa lemak, pedas ringan, dan aroma rempah yang menggugah selera.
Walaupun dasarnya sama, setiap daerah atau masjid umumnya memiliki resep tersendiri yang diwariskan turun-temurun, sehingga bubur lambuk dari setiap tempat memiliki keistimewaan masing-masing.
Gotong-Royong Memasak
Salah satu nilai penting dalam tradisi ini adalah semangat gotong-royong. Biasanya, di pagi hari, anggota jawatankuasa masjid dan sukarelawan berkumpul untuk menyiapkan bahan-bahan mentah. Mereka membagi tugas – ada yang mengupas bawang, ada yang memotong daging, ada yang mengadun rempah, dan ada yang mengacau bubur dalam kawah besar.
Kawah-kawah besar digunakan untuk memasak bubur lambuk dalam jumlah yang banyak. Proses memasak ini memakan waktu berjam-jam dan memerlukan kesabaran serta kerjasama yang baik. Aktivitas ini tidak hanya menghasilkan makanan, tetapi juga mempererat hubungan silaturrahim dalam komunitas.
Pengagihan dan Makna Sosial
Edaran Percuma untuk Semua
Salah satu aspek terindah dalam tradisi bubur lambuk adalah pengagihannya yang dilakukan secara gratis. Setiap sore, setelah bubur siap dimasak, ia akan dibungkus dalam wadah dan dibagikan kepada masyarakat sekitar – termasuk golongan miskin, pekerja kota, peniaga kecil, bahkan pelancong yang kebetulan melawat.
Tidak peduli siapa anda, semua orang disambut untuk menerima bubur ini. Ini menjadi simbol keikhlasan, kemurahan hati, dan semangat Ramadan yang sebenarnya – yaitu memberi tanpa mengharap balasan.
Membina Hubungan Komuniti
Tradisi bubur lambuk tidak hanya mengisi perut, tetapi juga memberi kebahagiaan pada jiwa. Dalam suasana masyarakat modern yang sering terasing, tradisi ini mengembalikan rasa kebersamaan. Ini menjadi ajang interaksi antara tetangga, memperkuat hubungan antara anggota kariah, serta menghubungkan generasi tua dan muda.
Banyak yang membawa anak-anak mereka untuk turut serta dalam kegiatan ini, menjadikannya sebagai pendidikan tidak formal tentang nilai kemasyarakatan, amal jariah, dan pentingnya memberi kepada yang memerlukan.