
Tanjung Pinang, yang merupakan ibu kota Provinsi Kepulauan Riau,
dikenal akan kekayaan budaya Melayu yang masih terjaga hingga saat ini. Salah satu warisan budaya yang mencerminkan identitas masyarakatnya adalah tradisi “bekain” wanita Melayu. Tradisi ini bukan hanya sekadar cara berbusana, tetapi juga menjadi simbol identitas, kesopanan, dan keanggunan perempuan Melayu yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Makna Bekain dalam Budaya Melayu Tanjung Pinang
“Bekain” berasal dari kata “kain”, yang merujuk pada kain panjang atau kain sarung yang dipakai oleh perempuan Melayu. Tradisi ini mencerminkan kehalusan budi pekerti, kehormatan, serta peran perempuan dalam melestarikan adat dan tatanan sosial. Dalam masyarakat Melayu, cara berpakaian sangat berhubungan erat dengan nilai-nilai moral dan agama.
Cara bekain yang baik menunjukkan bahwa seorang perempuan memiliki tata krama, mengerti adat, dan menjaga martabat dirinya. Tidak hanya digunakan dalam kehidupan sehari-hari, pakaian ini juga dikenakan dalam acara adat, seperti pernikahan, tepung tawar, kenduri, dan upacara keagamaan.
Jenis-Jenis Kain dan Tata Cara Bekain
Ragam Kain yang Digunakan
Perempuan Melayu Tanjung Pinang biasanya memanfaatkan berbagai jenis kain tradisional untuk bekain, di antaranya:
Kain Songket: Kain tenun yang dihiasi dengan benang emas atau perak, biasanya digunakan dalam acara resmi dan adat.
Kain Batik Melayu: Memiliki motif khas seperti bunga tanjung, pucuk rebung, atau awan larat.
Kain Tenun Bugis atau Riau-Lingga: Kain tradisional yang dibuat dengan tangan dan sangat dihargai dalam budaya Melayu.
Kain-kain tersebut tidak hanya memiliki keindahan, tetapi juga mengandung makna simbolik, seperti harapan akan kemakmuran, kesucian, dan keharmonisan.
Teknik dan Etika dalam Bekain
Cara bekain perempuan Melayu tidak dilakukan sembarangan. Ada teknik dan tata cara tertentu agar kain terpasang dengan rapi dan sopan:
Pemilihan Kain
Panjang kain biasanya berkisar antara 2 hingga 2,5 meter. Kain dilipat sesuai dengan ukuran tubuh agar tidak terlalu longgar atau ketat, menjaga aurat, serta memudahkan gerakan.
Melilitkan Kain
Kain dililit dari belakang ke depan, lalu disilangkan dan bagian ujungnya dimasukkan ke pinggang. Dalam acara resmi, bekain seringkali dipadukan dengan baju kurung labuh atau kebaya labuh, menambah kesan elegan.
Memakai Selendang atau Tudung
Sebagai pelengkap, perempuan umumnya mengenakan selendang atau tudung (kerudung) yang sewarna, yang dikenakan dengan gaya khas Melayu. Hal ini memperkuat nilai kesopanan dan kecantikan alami perempuan Melayu.
Nilai Filosofis dan Sosial dalam Tradisi Bekain
Simbol Kesopanan dan Martabat
Bekain bukan hanya masalah pakaian luar, tetapi juga simbol dari sikap batin. Perempuan yang mengenakan kain dengan benar dipandang sebagai individu yang menjaga adab, patuh pada norma, dan menghormati nilai agama. Dalam masyarakat Melayu, perempuan berperan sebagai penjaga kehormatan keluarga, dan cara berpakaian mencerminkan nilai tersebut.
Peran Perempuan dalam Pelestarian Budaya
Tradisi bekain juga menjadi salah satu cara perempuan Melayu mewariskan budaya. Dari ibu ke anak perempuan, bekain diajarkan sebagai bagian dari pendidikan dalam rumah tangga. Dalam festival budaya dan lomba busana adat, bekain tetap menjadi ikon penting yang membangkitkan kebanggaan identitas Melayu.